SDN UJUNGMANIK O5
Alamat : Jln, Kia Nur Anwar, No.44 Dusun Sidamulya, Rt02/05, Ujungmanik, Kawunganten
Rabu, 20 April 2016
Minggu, 07 Juni 2015
ALUMNUS 2014/2015
REFFRESING
Menikmati suasana sejuk di hutan karet, wajah kecerianan muncul serta canda tawa yang anak-anak perlihatkan.
Kamis, 05 Juni 2014
TAREKAT SYATTARIYAH di UJUNGMANIK
Teori masuknya Islam ke Indonesia terbagi menjadi tiga pendapat, pendapat
pertama menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada tahun 675 M, pendapat
ini disebutkan oleh T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a
History of The Propagation of The Moslem Faith, ia menjelaskan bahwa Islam
datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah atau pada Abad Ke-VII M[1]. Pendapat
kedua menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad Ke-
XI M. Hal ini didasarkan pada penemuan makam panjang di daerah Leran
Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam
itu terdapat prasasti huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun 475 H (1082
M)[2].
Sementara pendapat ketiga menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad Ke- XIII M. Pendapat ini disebutkan oleh R.A Kern, C. Snouck
Hurgronje dan Schrieke.[3]
Dari tiga teori ini ada satu titik
kesamaan yaitu bahwa semuanya berpendapat bahwa para penyebar Islam ke
Indonesia adalah para pedagang dan tokoh-tokoh sufi. Hal ini berarti bahwa
Islam yang dibawa oleh para pedagang dan tokoh-tokoh sufi memiliki corak tasawwuf
yang telah berkembang di wilayah timur tengah dan India. Corak Islam
seperti inilah yang kemudian mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, di mana pada waktu itu masyarakat Indonesia telah
memiliki budaya dan adat-istiadat sendiri yang dekat dengan apa yang dibawa
oleh Islam berupa nilai-nilai ketasawuffan. Maka manakala Islam masuk ke
Indonesia keyakinan-keyakinan dan budaya-budaya lokal tersebut merasup ke dalam
tradisi Islam, sehingga terjadilah sinkretisme Islam.
Proses pembauran (sinkretisme) antara Islam dengan budaya lokal menciptakan
satu metode tersendiri dalam mencari suatu kebenaran. Sehingga pra guru sufi
yang datang dari India dan orang-orang Indonesia yang menuntut ilmu di Saudi
Arabia pulang dan menyebarkan tarekat ini. Metode tarekat pada komunitas sufi
diterima secara terbuka oleh masyarakat yang masih memiliki pengetahuan sangat
rendah tentang Islam. Dialog antara tarekat dari timur tengah dan India dengan
budaya lokal melahirkan satu metode baru di bidang tasawuf yang kemudian
berkembang dan diadopsi oleh beberapa komunitas Islam yang baru tumbuh di
Indonesia waktu itu.
Sejak saat itu munculah berbagai aliran dan tarekat sufi di Indonesia,
misalnya tarekat Naqshabandiyah, Tarekat Qadariyah, tarekat Syadziliyyah, tarekat
Ismailiyyah dan Tarekat Syattariyyah. Tarekat Syattariyah adalah salah satu
dari tarekat yang berkembang di Indonesia, walaupun pengikutnya tidak lebih
banyak dari Tarekat Qadariyah Naqshabandiyyah namun para pengikutnya memiliki
komitmen yang kuat terhadap tarekat yang mereka pegang.
Di antara komunitas Islam yang hingga saat ini masih melaksanakan tarekat
ini adalah komunitas Islam Aboge di Desa Ujungmanik Kecamatan Kawunganten
Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Di beberapa wilayah di Jawa bagian selatan Jawa komunitas
ini disebut dengan Islam Pasir, komunitas ini menyebar dari mulai Kabupaten
Wonosobo, Purbalingga, Purwokerto, Banyumas dan Cilacap[4].
Di antara karakteristik dari komunitas ini adalah sifatnya yang tertutup dengan
anggota masyarakat lainnya. Setiap yang akan menjadi anggota harus melalui
ritual khusus (Baingat).
Komunitas ini adalah salah satu dari bagian Islam Kejawen yang dalam
istilah Clifford Geertz disebut Islam Abangan.[5]
Jama’ah Islam Aboge menjalani tarekat Syattiriyyah sementara penduduk desa
Ujungmanik pada umumnya adalah pengikut tarekat Qadariyyah Naqsabandiyah. Bila
kita runut lebih jauh maka dua tarekat
ini memiliki suluk tersendiri yang saling berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Di masyarakat Ujungmanik antara santri-santri Mbah Kyai
Nurkasim dan Mbah Haji Husain adalah dua kubu yang berbeda, komunitas pengikut
Mbah Kyai Nurkasim yang kini dikenal dengan Islam Aboge biasa disebut Islam
aliran merah, sedangkan Mbah Haji Husain para pengikut Mbah Haji Husain dikenal
dengan Islam aliran putih.[6]
Sebagaimana
disebutkan di awal bahwa Komunitas Islam Aboge melaksanakan tarekat
Syattariyah, tarekat ini berkembang pesat di ”wilayah-wilayah merah” yaitu
wilayah di Jawa, khususnya Jawa Tengah bagian selatan dengan mayoritas Islam
Abangan. Tarekat ini menjadi salah satu karakter khusus yang ada pada mereka.
Secara umum tarekat yang berkembang di desa Ujungmanik adalah Tarekat Naqsabandiyyah
Qadiriyyah. Maka bisa dipahami jika komunitas Islam Aboge dianggap berbeda
dengan sebagian besar tokoh agama di Ujungmanik. Tarekat Syatariyyah yang dianut oleh Komunitas
Islam Aboge adalah sebuah tarekat yang muncul pertama kali di India pada abad
ke-15 M. Tarekat ini dinisbahkan kepada Abdullah as -Syattar. Tarekat
ini awalnya dikenal di Iran dan Transoksania dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di
wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Martin Van Bruinessen salah seorang ahli antropologi, menyebutkan
bahwa tarekat ini banyak ditemukan di Jawa dan Sumatra. Ini berarti tarekat ini
disebarkan oleh para Sufi yang menyebarkan pahamnya ke Indonesia. Hubungan antara
satu komunitas dengan yang lainya dalam tarekat ini tidak saling berhubungan.
Tarekat ini relatif gampang berpadu dengan berbagai tradisi setempat sehingga
menjadi tarekat paling “mempribumi “di antara tarekat yang ada.[7]
Dari
penelusuran yang peneliti lakukan, model tarekat Syatariyyah yang dilaksanakan
oleh Komunitas Islam Aboge memiliki lelaku yang bersifat personal dan
tertutup. Sebenarnya secara umum model-model tarekat yang ada di Indonesia juga
tidak akan menceritakan bagaimana pengalaman Kasyaf yang mereka alami.
Demikian juga pada tarekat Syatiriyah[8],
mereka akan merahasiakan setiap pengalaman spiritual mereka.
Dari
wawancara mendalam dengan salah satu anggota jama’ah Tarekat Syatariyyah,
disebutkan bahwa mereka memiliki model suluk dengan cara berdzikir
dengan mengucapkan dengan La ilaha illa Allah sebanyak 99 kali, selanjutnya menekan bola
mata dengan kedua ibu jari. Dengan ini diharapkan mata dzahir kita
tertutup dan mata hati kita terbuka, sehingga akan mampu melihat hal-hal yang
tidak terlihat, semisal melihat nabi dan bahkan melihat Allah ta’ala. Secara
implisit anggota lainnya mengiyakan metode ini hanya tidak seperti yang
dibayangkan oleh masyarakat, ”Ya..... ora kaya kue carane” ”Ya... tidak
sampai begitu caranya” kata Pak Abu Kasan. Maka komunitas Islam Abogemeyakini
bahwa Allah ta’ala dapat ”dihadirkan” dalam saat-saat tertentu, yaitu ketika
dzikir-dzikir tertentu dilafadzkan. Tidak hanya itu, dengan melakukan ritual
tertentu seorang manusia dapat menyatu dengan Tuhan sebagai bentuk dari puncak
spiritual tarekat mereka.
Secara sosial kemasyarakatan komunitas Islam Aboge
bergaul dengan anggota masyarakat lainnya, hanya pada hal-hal yang berkaitan
dengan keyakinannya mereka akan ”mantheng” dan tidak ada dialog padanya.
Hal ini terbukti dengan terjadinya beberapa konflik antara komunitas Islam Aboge
dengan masyarakat di luar mereka. Walaupun konflik hanya terjadi dalam skala
kecil namun bisa jadi akan menjadi api dalam sekam. Beberapa konflik internal
pernah terjadi terutama konflik antara suami dan istri, kaitannya jika seorang
laki-laki menikah dengan perempuan dari luar komunitasnya maka sang istri wajib
untuk mengikuti komunitas ini sebagai mana suaminya.[9]
Sebaliknya jika seorang perempuan anggota komunitas Islam Aboge menikah dengan laki-laki di luar
komunitas maka sang istri secara otomatis keluar dari komunitas ini dengan
mengikuti sang suami. Dalam hal ini sang istri akan mengikuti keislaman
sebagaimana sang suami demikian pula dalam puasa ramadhan dan berhari raya.
[1] Lihat Prof. DR. Hamka, Dari Perbendaharaan Lama,
Pustaka Panjimas, Jakarta : 1996. Lihat pula Mansur Suryanegara dalam Api
Sejarah. Salamadani, Bandung :
2009.
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo :
Jakarta, 2001, hal. 193.
[3] Sanusi Pane, Sejarah Indonesia, Perpustakaan Perguruan
Kementerian P.P. dan K. : Djakarta, 1955. Jilid I hal. 155.
[4] Joko Sulistyo, Analisis Hukum Islam Tentang Prinsip Penanggalan
Aboge Di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo, Tesis
Fakultas Syariah IAIN Walisongo, 2008.
[5] Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi dalam
Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya,
1981.
[6] Wawancara dengan Ust. Amirudin Kadar pada Desember 2010
[7] Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia,
Mizan : Bandung, hal. 16
[8] Sebagaimana disebutkan oleh bapak Warsidi mengenai model tarekat
Syatiriyyah.
[9] Dituturkan oleh Ibu Tuniyah yang menikah dengan Bapak Kasan.
Buku Pelajaran Gratis
Sebelum tanggal 14 Juli 2014 buku sudah harus sampai di sekolah-sekolah. |
"Sebelum tahun ajaran baru buku sudah sampai di sekolah. Paling tidak akhir Juni atau awal Juli 2014 sudah sampai di sekolah," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh yang SekolahDasar.Net kutip dari Republika (02/06/14).
"Buku yang sudah selesai dicetak akan dibagikan secara cuma-cuma dan hal ini merupakan revolusi dan ini kesempatan bagus. Belum pernah dalam sejarah buku mulai dari SD hingga SMA dibagikan secara cuma-cuma," imbuh Nuh
Persiapan implementasi Kurikulum 2013 telah memasuki fase akhir. Menurut Nuh, buku yang digunakan untuk guru dan siswa sedang dicetak atau digandakan. Pelatihan guru untuk memberikan bekal pada guru agar mampu mengimplementasikan Kurikulum 2013 sedang berlangsung di berbagai daerah.
Untuk tingkat SD siswa kelas 1, 2, 4, dan 5 tahun ini menjadi sasaran implementasi Kurikulum 2013. Mereka akan mendapat buku pelajaran gratis oleh pemerintah. Buku siswa baru itu, sudah banyak disisipkan materi latihan siswa. Sehingga tidak perlu lagi membeli buku Lembar Kerja Siswa (LKS).
Senin, 02 Juni 2014
Struktur Kurikulum 2013
Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum
merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan
konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan
pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata
kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian
pembelajaran dan kurikulum.
Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.
Pada titik inilah, maka penyampaian struktur kurikulum dalam uji publik ini menjadi penting. Tabel 1 menunjukkan dasar pemikiran perancangan struktur kurikulum SD, minimal ada sebelas item. Sementara dalam rancangan struktur kurikulum SD ada tiga alternatif yang di mesti kita berikan masukan.
Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.
Pada titik inilah, maka penyampaian struktur kurikulum dalam uji publik ini menjadi penting. Tabel 1 menunjukkan dasar pemikiran perancangan struktur kurikulum SD, minimal ada sebelas item. Sementara dalam rancangan struktur kurikulum SD ada tiga alternatif yang di mesti kita berikan masukan.
BOROBUDUR
The world’s treasure in the island of Java, Indonesia
In addition to the teachings of Buddha, Borobudur reliefs also recorded the progress of Javanese society at that time. One of the reliefs illustrates the form a ship used by the sailors from Java to sail to the continent of Africa in the 8th century, long before the Portuguese sailors did. On the initiative of Philip Beale from the UK in 2003, the reconstruction was conducted to build a replica of the ship based on the relief which was then used sail along the cinnamon route from Java to the continent of Africa. Now the ship is known as Borobudur Ship and stored in the museum of Kapal Samudraraksa which is located in Borobudur Temple complex.
Close to Borobudur Temple, there are two other temples, which are Mendut Temple and Pawon Temple. Those three temples were built in the same period and located in one straight line. Mendut Temple is famous for having a large Buddha statue and reliefs that contain animal story or fable. Pawon Temple lies between Mendut Temple and Borobudur Temple.
Langganan:
Postingan (Atom)